MENITI KEKUDUSAN DI TENGAH DUNIA MODERN
![]() |
AWAM: Merekalah para kudus yang dipilih Allah dari antara umat awam. |
Beatifikasi Carlo Acutis (10 Oktober 2020) sungguh sangat menarik. Mengapa? Baru untuk kali pertamanya sepanjang sejarah, kita melihat tubuh seorang kudus atau suci mengenakan pakaian keseharian berupa jeans, sepatu kets dan hoody. Jauh dari kebanyakan pakaian orang suci lainnya yang memasuki tahap beatifikasi yang identik dengan jubah putih atau pakaian biara kebanyakan. Lalu pertanyaannya apakah hidup kudus hanya didominasi oleh kaum berjubah? Masih bisakah awam meniti kekudusan?
Magister Novisiat SJ, Rama Agustinus Setyodarmono SJ atau
akrab disapa Rama Nano SJ angkat bicara. Menurutnya, beatifikasi Carlo Acutis
menjadi sinyal sangat kuat bahwa menjadi awam pun bisa mencapai kekudusan yang
justru mungkin tidak bisa dicapai oleh imam, suster dan bruder.
![]() |
Rama Ag Setyodarmono SJ |
Lalu apa
istimewanya beatifikasi Carlo Acutis? Bukankah
sebelumnya banyak santa maupun santo dari kalangan muda?
Hal ini pun dikatakan oleh Rama Pio Amran Sugiarto Purba OFMConv,
imam muda ordo OFM Conventual dari Indonesia yang saat ini sedang studi
Spiritualitas Fransiskan di Italia.
“Selama ini telah hadir santa dan santo dari
kalangan muda. Dapat disebutkan
beberapa diantaranya antara lain St Fransiskus
Marto dan St Jasinta Marto dari Fatima yang berumur lebih kurang 9 atau 10
tahun, St Tarsisius 12 tahun, St Maria Goretti yang berumur 13 tahun, St Agnes dari Roma berumur
13 tahun, St Vitus
berumur 13 tahun, St Dominikus Savio yang berumur 14 tahun, St Rosa dari Viterbo berumur 18 tahun,
St Pedro Calungso 18 tahun, St Gemma Galgani 24 tahun dan masih banyak lagi,”
ujarnya.
Namun
yang sangat menarik dari diri Carlo Acutis, tambahnya, adalah karena kehidupan
Carlo Acutis yang sangat relevan dengan seruan Paus terkait dengan surat apostolik Gaudete et Exultate (bersukacita dan
bergembiralah) mengenai kekudusan dalam dunia modern. Bapa suci menunjukkan hal
yang esensial dalam hidup Kristen yakni mencari dan menemukan Tuhan dalam
segala hal. Inilah yang menjadi inti dari setiap reformasi, baik pribadi maupun
gerejawi, yakni menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segalanya.
Gaudete et Exultate
![]() |
Rama Pio OFMConv |
Melalui surat apostolik ini, Bapa Suci
bertujuan membuat panggilan menuju kekudusan bergema dengan lebih nyaring
sekali lagi, berusaha untuk mewujudkannya dalam konteks kehidupan saat ini,
dengan risiko, tantangan dan peluang-peluangnya. Bapa Suci berharap bahwa surat
ini berguna bagi seluruh Gereja untuk mendedikasikan dirinya dalam
mempromosikan keinginan akan kekudusan.
Semua orang dipanggil kepada kekudusan.
Jalan kekudusan adalah jalan kebahagaian. Jalan yang dilalui oleh Yesus dan
jalan itu adalah Yesus sendiri. Berjalan bersama dan melalui Dia untuk memasuki
hidup kekal. Kekudusan adalah berjalan dalam terang Tuhan. Kenyataan itu
mewujud dalam bentuk kesabaran dan kelembutan, humor, keberanian dan semangat,
kehidupan komunitas dan doa yang konstan.
Dengan demikian kekudusan bukanlah
sesuatu yang jauh dari kita, sesuatu yang tak layak dimimpikan, kekudusan hanya bagi mereka yang mengambil jalan hidup
religius, khusus bagi mereka yang sudah mencapai usia tertentu, atau hanya bisa
dicapai dengan menolak hidup sendiri. Tidak!
“Kekudusan itu dekat dengan kita.
Siapa saja bisa mencapainya dan itu sangat layak dimimpikan. Kekudusan adalah
jalan kebahagiaan. Hidup harian kita bukan lagi menjadi sesuatu penghalang
justru sebaliknya menjadi instrumen untuk mencapainya, menjadi wadah guna
mengalami rahmat dari Tuhan. Kekudusan adalah rahmat, bukan diperoleh sebagai
imbalan dari jerih payah manusia. Rahmat yang diberikan oleh Tuhan sendiri,
membuat diri kita seperti Dia. Menjadikan hidup kita sebagai sebuah persembahan
bagiNya. Inilah Cinta. Pusat dari kekudusan yakni pemberian diri,” kata Rama
Pio OFMConv.
Mengekspresikan cinta dalam kata,
pikiran dan perbuatan. Percaya bahwa
Allah Maharahim, menerima semua dan selalu memberi kesempatan kedua untuk bisa
ambil bagian dalam diriNya, yang adalah pusat
kebahagiaan. Hanya Yesus yang bisa mengubah hidup seseorang. Jadi apa
saja yang kita buat, jalan hidup yang kita pilih merupakan jalan kekudusan bagi
kita. Selalu mencari dan menemukan Tuhan dalam segala kegiatan kita.
Melaksanakan segala kegiatan, pelayanan, tugas, kewajiban dalam cinta. Di
situlah Tuhan sedang mengkomunikasikan diriNya bagi kita masing-masing. Menghidupinya
dalam cinta, syukur dan kebahagiaan itulah kekudusan.
Tentu tiada lagi alasan bagi kita
untuk tidak bergembira mengetahui kenyataan ini. Tawaran cinta Tuhan selalu ada
di setiap aktivitas dan tugas kita. “Jadi terlalu naif bila kita masih merasa
bahwa kekudusan merupakan sesuatu yang irreal.
Sebaliknya, justru lebih nyata dari pada yang kita bayangkan. Dengan demikian
sangat tidak berlebihan menyebutkan bahwa panggilan untuk kekudusan di zaman
kita masih sangat relevan. Akhirnya saya menantang keberanian kita, kesiapan
kita untuk menyambut tawaran cinta Tuhan di segala sendi kehidupan kita. Tuhan
Yesus pusat hidup dan suka citaku. Aku hidup untuk kudus, bukan sebaliknya,”
tegas pengikut St Fransiskus Assisi ini.
Versi OMK
![]() |
Anna Sukma OMK Paroki Kidul Loji |
Masih menurut Anna, orang tidak harus
mengupayakan hidup kudus itu dengan muluk-muluk, apa-apa mengikuti Kitab Suci,
apa-apa dikaitkan dengan Kitab Suci, apa-apa harus holy menurut kriteria banyak orang. Tapi menurutnya, hidup kudus
itu salah satu acuannya adalah Kitab Suci itu namun tetap disesuaikan dengan
kehidupan kita.
“Misalnya, kalau menurut kriteria
Kitab Suci hidup kudus salah satunya memberi persembahan domba, namun jika
sekarang hanya mempersembahkan domba saja itu tidak relevan. Bahwa sejauh apa
yang kita lakukan, apa yang kita upayakan dalam kehidupan kita itu adalah
mengupayakan kebaikan tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain,
tidak mengganggu orang lain, tidak menghalangi orang lain juga untuk berbuat
baik, itu semua adalah hidup kudus,” tandasnya.
Ketua OMK Paroki Santa Theresia Jombor, Kabupaten Klaten, Rafael Adventino Ance
menyampaikan, hidup kudus atau suci itu masih relevan untuk saat ini. Apalagi di tengah isu-isu rasisme yang beredar belakangan ini. “Maka kesadaran untuk hidup kudus atau suci sangat diperlukan. Agar orang semakin sadar dan paham mengenai tujuan dan peran dari hidupnya,” katanya.Rafael Adventino Ance |
“Ketika orang sadar bahwa yang dituju
adalah Allah, maka dia akan sadar mengenai perannya dalam hidup ini. Dia akan
hidup dengan benar, dan melakukan sesuatu dengan hati nurani dan
kemanusiaannya. Seseorang akan lebih bebas dan fleksibel dalam bertindak. Dan
apa yang akan dia perbuat nantinya, pastilah hal-hal yang baik, karena dia
sadar akan relasinya dengan Allah. Dia sadar, semua tindakannya ditujukan dan
dipertanggungjawabkan kepada Allah,” ujarnya.
Ketua Komsos Paroki St Evangelista Kudus, Andreas Eendhra Permana, menyakini kekudusan masih bisa dicapai oleh umat dewasa ini, karena pada zaman ini banyak orang yang berusaha untuk mencapai kekudusan itu sendiri. Contoh konkritnya, mewartakan kabar sukacita Allah dalam hidup bermasyarakat seperti berbuat kasih kepada siapa saja tanpa memandang perbedaan apapun.
Menurutnya, sarana-sarana yang bisa digunakan untuk mencapai kekudusan tidak melulu soal materi, tetapi lebih kepada toleransi dalam hidup bersama dan saling menghormati, saling mengasihi antar sesama, dan memberikan diri untuk terlibat berbagi berkat bagi sesama dan masyarakat.
Yang mendukung untuk hidup kudus dewasa ini yang terpenting adalah lingkungan keluarga. Selain itu juga lingkungan tetangga, dan kemudian lingkungan masyarakat.
Zaman Modern
![]() |
Sr M Lizbeth AK |
“Menurut saya kudus itu setia dan bersungguh-sungguh menghayati iman dalam
tugas dan panggilan. Karena itu kita semua dipanggil untuk memperjuangkannya. Tidak
harus menjadi suster, bruder dan imam, tetapi kalau merasa terpanggil harus ditanggapi dan diikuti dengan penuh
kesungguhan. Dalam sejarah, panggilan bruder, suster, imam, awam itu adalah kekayaan Gereja. Semua bisa
menjadi jalan kekudusan. Carlo Acutis dapat menjadi contoh orang
kudus seorang anak di jaman modern ini,”
ucap Sr Lizbeth.
Ia menegaskan, yang dimaksud bersungguh-sungguh dalam iman,
yaitu mengerjakan hal apa pun yang bisa dilakukan dengan tulus, misalnya: berbelanja, ngepel, nyapu, menemui tamu, melayani anak, melayani
sesama anggota
komunitas dan masih banyak lagi (St
Theresia dari Kanak-kanak Yesus mengajari kita bagaimana mencintai Yesus,
mencintai Gereja, mencintai panggilan dan tugas-tugas sederhana dan tersembunyi
[Konst AK no. 54] ).
![]() |
Br Martinus CSA |
Mengusahakan hidup kudus bukan supaya masuk surga seorang diri tetapi menghadirkan surga bagi sesama yang lapar, haus, sakit, terasing, miskin sehingga semakin banyak orang yang mengalami kasih Allah dan akhirnya seluruh hidupnya terarah pada Allah, pada saatnya bersama-sama bisa masuk kerajaan Allah, surga kekal.
Untuk hidup kudus tentu tidak harus menjadi suster, bruder ataupun rama. Apapun status dan bentuk hidup seseorang, entah melajang, hidup membiara, hidup berkeluarga, semua itu bernilai di mata Allah dan semuanya bisa menjadi jalan untuk mencapai kekudusan asalkan dari kesaksian hidupnya itu memancar dan mewartakan kasih Allah yang sempurna itu.
![]() |
Sr M Colleta AK |
Kepala PAUD Santa Theresia Wedi,
Klaten ini menyampaikan, umat Katolik perlu mengusahakan kekudusan. Dan untuk
mencapai kekudusan, diperlukan proses yang terus-menerus. Caranya, dengan
mengusahakan setiap saat hidup sesuai
tuntunan Tuhan dan terbuka pada kehendak Allah.
“Kita semua dipanggil kepada
kekudusan. Dan Tuhan telah menyiapkan surga bagi kita untuk kembali ke Citra Allah. Karena itu,
seluruh hidup kita harus mampu menjadi Injil yang hidup. Tidak hanya
pengetahuan saja, tetapi sungguh-sungguh dihidupi dan bersandar kepada Allah.
Selalu mensyukuri hidup dan bisa berbagi buah kasih, baik rohani atau jasmani,”
ujar Sr Colleta AK.
Hal itu juga ditegaskan Sr Patricia Casiana Lestari PMY. Kekudusan
menurutnya adalah ketika kita sungguh dekat dengan Allah, berelasi dengan Allah
dan relasi bukan hanya sekedar relasi tapi sungguh mewarnai kehidupan
sehari-hari, kehidupan yang konkret sehingga bisa menghadirkan Allah atau
istilah yang umum itu menjadi saksi Allah. Bisa menjadi saksi karena berelasi
dengan Allah dan di situlah nanti kekudusan itu akan muncul.
Sr Patricia Casiana PMY |
Masih Relevan
Ketua Komisariat Cabang Pemuda Katolik
Kabupaten Klaten, Yohanes Aris Retnanto menyatakan,
orang Katolik masih perlu mengusahakan hidup kudus atau suci.
![]() |
Yohanes Aris Retnanto |
orang Katolik yang sudah dibaptis. Karena tujuan hidup kita adalah Kristus, yang bisa kita capai dengan pola hidup kudus atau suci seturut ajaran Gereja Katolik,” ujarnya.
Sekretaris Komisi Kepemudaan Keuskupan
Agung Semarang (KAS) tahun 2005 sampai 2011 ini menjelaskan, hidup kudus atau
suci itu berusaha sekuat-kuatnya, sebisa-bisanya, dan semampu-mampunya untuk
menjalankan kewajiban sebagai murid Kristus.
“Singkatnya adalah dengan tetap
berpegang teguh pada ajaran kasihNya dalam setiap peristiwa hidup kita,”
ucapnya.
Pengajar Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP) Keuskupan Agung Semarang, Theresia Evy Christina menyatakan hidup kudus itu masih relevan di dunia saat ini. Sekalipun teknologi sudah demikian maju dan seolah ruang religius menjadi makin ‘sempit’ -terutama di kalangan anak muda- kerinduan hati Allah agar kita semakin menyerupai Dia dalam hal kasih , kekudusan, ketaatan, dan kerendahhatian mestinya tetap menjadi tujuan hidup kekristenan kita; terlebih dalam situasi dunia yang semakin ‘berat’ ini. Carlo Acutis membuktikan bahwa dia bisa berada tetap di dalam ‘track’ tujuan hidup kekristenannya, tanpa menjadi aneh, ‘berbeda’, eksklusif.
![]() |
Theresia Evy Christina |
Sarana yang bisa digunakan untuk mencapai hidup kudus dewasa ini, yaitu melalui doa dan firman. Meskipun terdengar klise dan ‘jadoel’, doa dan firman tetap menjadi jalan yang tepat untuk mengenal hati Allah dan memahami kekudusan seperti yang Ia kehendaki. Hal ini masih bisa dicapai selain melalui doa dan firman adalah kemudahan akses online untuk mendapatkan siraman rohani yang benar juga mendukung.
Tips Hidup Kudus
Berkenan hidup kudus, Rama Nano SJ
memberikan tips hidup kudus di zaman sekarang. Umat
Katolik pada umumnya mungkin mempunyai pandangan yang sempit tentang kekudusan.
Mungkin mereka berpikir bahwa menjadi kudus berarti sering berdoa rosario,
sering mengikuti Ekaristi di gereja, menjadi prodiakon, dsb. Umat Katolik harus
melihat perspektif yang lebih luas bahwa kekudusan lebih dari sekedar
kegiatan-kegiatan liturgis.
Kekudusan
tidak identik dengan rajin ke gereja mengikuti Ekaristi, menjadi prodiakon atau
mengikuti kegiatan di sekitar altar dan gereja. Kekudusan berarti menemukan
Allah dalam hidup sehari-hari di dalam keluarga, di tempat kerja, di
masyarakat, dalam pertemanan, di lingkungan.
Hal
praktis yang penting untuk dilakukan dalam rangka membangun kekudusan adalah
sesering mungkin membaca kisah-kisah Yesus Kristus sebagaimana dinarasikan dalam Injil atau buku-buku tentang Yesus Kristus yang banyak jenisnya.
Semakin mengenal Yesus Kristus harapannya semakin tertarik pada pribadi-Nya dan
semakin bersemangat mengikuti-Nya
dalam hidup sehari-hari.
![]() |
Pasutri Santo Louis Martin & Santa Marie-Azelie Guerin |
Tidak ada komentar