Kemandirian Pangan: Sebuah Harapan dan Tujuan

Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri -seperti dikutip dari laman finance.detik.com- menilai krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi Covid-19 lebih parah dibandingkan krisis 1998. Padahal yang terjadi puluhan tahun silam itu sudah sangat memporak-porandakan ekonomi Indonesia. Tak terkecuali yang terdampak secara ekonomi adalah umat Keuskupan Agung Semarang. Terkait dengan situasi sosial-ekonomi ini, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2020 yang jatuh tanggal 16, bulan Oktober ini, mengusung tema ‘Ayo Makan Sehat, Menanam, dan Berbagi’. Benarkah tema ini bertujuan mendorong umat untuk membangun kemandirian pangan?
MENURUT Ketua Komisi PSE KAS, Rama Yohanes Krismanto Pr, tema ini mengajak kita untuk lebih mendalami dalam konteks pandemi saat ini. Kita merasakan krisis kesehatan, banyak orang terpapar, banyak orang ketakutan, perekonomian tersendat, proses pembangunan macet, rencana yang semula dirancang tidak berjalan.
“Dengan peringatan HPS ini Gereja universal mengajak kita semua
melakukan 3 gerakan, yaitu ayo makan
sehat, ayo menanam, dan ayo berbagi/solidaritas,” ujarnya.
Gerakan Ayo Makan Sehat ini terkait dengan
krisis kesehatan di masa pandemi supaya setiap orang memiliki imunitas yang
baik. Imunitas ditopang dengan makan yang sehat. Ini ajakan semua orang untuk
makan sehat, membuat gaya hidup yang baik di tengah kecenderungan tawaran
makanan tidak sehat. Keluarga kristiani diajak mencipatakan gaya hidup yang sehat
dengan makanan sehat. Habitus ini harus diciptakan di tengah keluarga.
Gerakan Ayo Menanam menyadarkan kita bahwa
saat ini bahan makanan semakin terbatas. Gerakan ini mengajak kita untuk
menyadari budaya instan yang merebak di tengah masyarakat yaitu mengikis proses
dalam mengusahakan bahan makan (banyak anak tidak tahu nasi itu diperoleh dari
mana). Gerakan ini sebagai alternatif di
tengah pandemi dimana banyak tinggal di rumah agar mereka memiliki aktivitas
positif, menanam di sekitar rumah sejauh itu memungkinkan, membawa dampak
ekologis, membuka kesadaran dan rasa sukur atas bumi dan lingkungan yang
harus dijaga yang selama ini telah
menyediakan banyak hal terutama sumber pangan untuk kehidupan.
Gerakan Ayo Berbagi atau solidaritas merupakan
salah satu keutamaan kita sebagai makhluk sosial. Gerakan ini menyadarkan kita
sebagai umat kristiani untuk mengutamakan moral belas seperti Kristus sendiri
ajarkan dalam Markus 6, dimana Yesus memberi perintah kepada murid-murid-Nya
supaya memberi makan mereka yang kala itu mengikuti Yesus.
Gerakan mari berbagi menjadi ajakan moral
bersama di tengah pandemi supaya setiap orang
tidak berpikir untuk diri sendiri tapi menggalang solidaritas satu sama
lain. Gerakan ini rasanya penting terus digaungkan untuk melawan budaya
membuang. Selama ini sadar tidak sadar masyarakat secara umum akan menyisakan
makanan saat makan, padahal banyak orang masih membutuhkannya.
![]() |
Seorang Suster sedang menyemai pembibitan di |
Sejak awal pandemi gerakan-gerakan sudah
muncul tanpa harus menunggu peringatan HPS di bulan Oktober ini. Gerakan ini
kebanyakan berbasis parokial.
Seperti yang dikatakan Ketua PSE Kevikepan
DIY, Rama Jonathan Billie Cahyo Adi Pr.
Yang dilakukan oleh PSE Kevikepan DIY, adalah ambil bagian seperti yang dibuat
oleh paroki-paroki yaitu dengan berbagi sembako. Karena bisa dipastikan 36
paroki di DIY itu membagi sembako khusus untuk di kalangan umat paroki
masing-masing.
“Kami ambil bagian sedikit untuk juga berbagi
sembako, tidak banyak tetapi kami tujukan kepada mereka yang ada di jalan,
entah pemulung, entah pengamen, entah pedagang yang ada di
perempatan-perempatan. Tetapi kami juga menghindari beberapa titik seperti di
Jalan Solo dan di UGM yang memang sengaja para pemulung atau para pencari
sembako itu berkumpul. Jadi kami sempat ambil bagian untuk berbagi sembako
semacam itu. Tidak banyak, mungkin kalau dihitung hanya sekitar 150-200 pak
untuk berbagi sembako pokok hanya beras, gula, minyak, teh. Hal itu
dilaksanakan di awal-awal pandemi ketika memang realita kehidupan situasi
pangan memang menjadi sesuatu yang dibutuhkan,” papar Vikaris Parokial Paroki
Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran Yogyakarta.
Di sisi lain, PSE Kevikepan Yogyakarta juga
bekerja sama dengan Yayasan Syantikara untuk menanggapi ketahanan pangan itu
dengan berbagi nasi bungkus bersama Yayasan Syantikara, bersama Sr Maryati CB
dan rekan-rekan mahasiswa. Kegiatan ini kurang lebih berjalan hampir 3-4 bulan
dan ditujukan untuk kurang lebih 100-200
mahasiswa, lebih-lebih ketika awal-awal mahasiswa belum boleh kembali atau
pergi pulang ke rumahnya masing-masing atau yang mereka masih tinggal di
Yogyakarta. Setiap hari dilaksanakan, setiap sore diambil, dan setiap pagi kami
dari PSE mengirimkan sayuran. Kami juga sempat bekerjasama dengan Yayasan Panti
Rapih untuk juga membuat nasi bungkus bagi para tenaga outsourcing. Tidak banyak hanya sekitar 75-150 per hari dan itu
berjalan kurang lebih selama dua bulanan bersama Sr Agustin CB.
Pembagian Bibit
Selanjutnya PSE Kevikepan DIY bekerjasama
dengan Rama Vikep pada waktu itu dengan berbagi pohon ketela, bibit ketela yang
pada waktu itu banyak orang membutuhkan; kurang lebih ada 65.000 bibit yang
diselenggarakan. Tidak lama kemudian kami bekerjasama dengan tim ketahanan
pangan kevikepan atau dipusatkan di Omah Paseduluran bersama teman-teman lain
yang mempersiapkan bibit sayuran, bibit lombok, bibit terong, bibit tomat,
sawi, dan semacamnya.
“Pada waktu itu kami menyediakan kurang lebih
ada 180.000 bibit yang kami jual dengan harga separo harga pasar. Misal di
pasar harga Rp 170,00 kami menjual ke paroki-paroki atau umat itu dengan harga
Rp 70,00. Separo biaya itu didanai oleh dana APP Kevikepan. Meskipun realitanya
ada beberapa paroki yang sudah mengusahakan sendiri untuk berbagi bibit itu di
antara mereka. Mereka membibitkan sendiri kemudian mereka membagikan kepada
umat.
Sebelumnya juga berbagi bibit lele di beberapa
paroki juga. Tentu kalau mau berbicara soal ketahanan pangan DIY, Rama Vikep
lebih condong untuk mempercayakan kepada tim ketahanan pangan kevikepan yang
dipusatkan di Omah Paseduluran untuk aneka macam program. Kemudian tim ini
bekerjasama dengan beberapa tenaga ahli dari Atma Jaya, dari Sanata Dharma,
bahkan juga dari UGM untuk tidak hanya memikirkan soal bibit ini ditanam
bagaimana, bibit ini dikelola bagaimana tetapi juga berpikir bagaimana nanti
ketika panen raya, entah ketela, entah lele entah sayuran itu, bagaimana panen
itu pada akhirnya juga bisa menjadi bermanfaat untuk umat atau masyarakat pada
umumnya. Selain tentunya untuk dikonsumsi juga bisa diperjualbelikan, sehingga
ada manfaat pangan dan juga manfaat ekonomi.
Selain itu juga tim APP Kevikepan bekerjasama
dengan Omah Paseduluran, tim ketahanan pangan, dalam rangka mempersiapkan Hari
Pangan Sedunia bulan Oktober sedang mempersiapkan bibit pepaya yang akan
dibagikan dengan menjual murah kepada paroki-paroki. Pada proses ini sudah
dipersiapkan di dalam polybag dan tinggal
menumbuhkembangkan sampai ukuran tertentu hingga nanti siap dibagikan. Tidak
banyak karena memang bahannya sulit yaitu kurang lebih 2.000 bibit pepaya.
Sistemnya, nanti kalau di pasaran harganya Rp 2000,00 maka harga jual kepada
umat atau paroki seharga Rp 800,00. Yang Rp 1.200,00 akan didanai oleh APP
Kevikepan. Jadi nanti akan ditawarkan ke paroki-paroki karena memang bibitnya
terbatas.
Pembagian bibit lele juga dilakukan Paroki St
Yusup Bintaran. Melalui bidang Sosial Kemasyarakatan (Sosmas) bersama tim
pelayanan PSE dan APP Paroki serta ketua Paguyuban Ketua Lingkungan dan Wilayah
bergerak cepat memfasilitasi dan mengajak seluruh umat giat melalui menanam
sayuran dan menanam singkong pada lahan yang kosong ataupun menggunakan pot
serta membudidaya ikan lele. Demikian ungkap Yosep Dappa Loka selaku ketua
bidang Sosmas.
Dappa Loka mengatakan pada tahap I (19/5/2020)
tim menyalurkan bibit lele sejumlah 2.000 bibit kepada 12 KK dan Sabtu (23/5)
untuk tahap II sebanyak 6.500 bibit lele
untuk 82 KK. Pembagian bibit lele diawali doa yang dipimpin oleh Rama Bernardus
Himawan Pr sekaligus memberkati bibit lele dengan harapan semua bibit dapat
dipelihara dengan baik dan menjadi berkat bagi keluarga serta bisa berbagi
dengan sesama teristimewa tetangga kiri dan kanan rumah tanpa membeda-bedakan.
Dappa Loka juga menambahan melihat antusias
umat maka akan ada tahap III setelah Lebaran. Disamping itu bidang Sosmas
Paroki Bintaran mencoba berkoordinasi dengan Susteran Sang Timur Pakel
melalui Rama Bernard, bila diizinkan
akan mengolah lahan yang ada di kompleks susteran guna ditanami singkong dan
sayuran.
Cukup Bagus
Karena itu apa yang dikatakan Uskup
Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko
memang tidak berlebihan. Menurut Bapa Uskup, berdasarkan laporan dari para rama
paroki dan kevikepan, kemandirian pangan umat KAS selama masa pandemi ini
dinilai cukup bagus. Ada gerakan ketahanan pangan yang sangat kuat yang
diusahakan baik oleh para rama maupun umat. Diantara 4 kevikepan, Kevikepan
Yogyakarta dinilai paling hidup dalam hal kemandirian pangan.
Ditemui via
phone, Bapa Uskup mengatakan, di Kevikepan Yogyakarta itu ada yang namanya
‘Jolali’ (jualan online) baik di tingkat paroki maupun kevikepan. Selain itu
juga ada ‘Omah Persaudaraan’ dimana disediakan bibit baik bibit tanaman maupun
ternak, namun sekaligus mereka melakukan kegiatan peternakan dan pertanian
untuk kebutuhan masyarakat. Dan sampai sekarang berjalan dengan baik. Kevikepan
Yogyakarta sangat hidup sekali.
Untuk kevikepan lain seperti Kedu kegiatannya
jalan meski kurang kuat. Kevikepan Semarang paling sulit berjalan untuk
kegiatan ini. Mungkin karena tanah-tanah yang ada tidak begitu subur. Meski
demikian, umat yang terdampak Covid-19 itu cukup terbantu dengan gerakan
solidaritas dari umat sendiri, seperti gerakan lumbung pangan, dll. Dalam hal
ini PSE dan gerakan-gerakan umat sangat membantu sekali.
Diceritakan Vikep DIY, Rama Adrianus Maradiyo Pr menawarkan 3.270 batang ketela siap tanam. Tim PSE
Paroki pun menerima tawaran ini, dan menawarkannya kepada umat melalui grup
ketua lingkungan. Ternyata tawaran disambut dengan positif. Ketua lingkungan
langsung mengajukan kebutuhan berapa batang ketela yang perlu dibagikan kepada
umat.

Menengok Pekarangan
Bagi umat di kawasan karst
Gunungkidul, gerakan masal menanam sayuran dan umbi-umbian ini bukanlah gerakan
baru. Namun seperti diingatkan oleh Corona, agar kembali menengok
pekarangannya, agar tidak kosong mlompong,
melainkan menjadi produktif ditumbuhi berbagai tanaman yang akan menjadi
cadangan pangan. Gerakan ini juga
merupakan wujud mencintai bumi, selaras dengan tema bulan Maria: Laudato Si.
FX
Endro Guntoro, ketua Bidang Kemasyarakat Paroki Wonosari menyampaikan apresiasi
setinggi-tingginya untuk seluruh kawan dan seluruh keluarga Indonesia yang
sudah lebih dulu memulai menanami pekarangan sebagai persiapan cadangan pangam
alternatif bagi keluarga. Terus wujudkan kemandirian pangan. Di lain pihak ia
juga meminta maaf karena tidak semua umat bisa kebagian batang ketela ini.
Meski tak sehebat Yogya, Klaten juga melakukan
hal-hal yang patut dipuji. Jauh-jauh hari sebelum terjadi pandemi Covid-19,
beberapa umat Paroki Santa Theresia Jombor, Klaten di bawah asuhan Vikaris Paroki Rama Patricius
Hartono Pr memulai gerakan budidaya jamur. Namun karena terjadi pandemi
Covid-19 yang mengharuskan umat untuk menjalani isolasi di rumah masing-masing,
muncullah gagasan untuk menggerakkan budaya saling berbagi bahan pangan sebagai
gerakan karitatif yang disebut gerakan ‘Nguripi
Urip’ dalam bentuk Pos Amal Urip Bareng.
Kabid Pelayanan Kemasyarakatan Paroki Santa
Theresia Jombor, Yohanes Eko Priyo Wibowo menyampaikan, di Pos Amal tersebut warga
diajak untuk saling memberi dan menerima sesuai kemampuan dan kebutuhannya
masing-masing.
“Gerakan Pos Amal yang berawal dari Desa
Mlese, Kecamatan Ceper ini lalu berkembang ke beberapa desa, di antaranya
Jombor, Pasungan dan Pedan,” katanya.
Warga Dukuh Notorejo, Desa Jambukulon,
Kecamatan Ceper ini mengatakan, sebagai bentuk lanjutan Pos Amal, dengan
menggunakan stimulan anggaran Dana Papa Miskin (Danpamis) yang dimiliki Paroki,
maka dibagikanlah bibit sayuran, seperti kangkung dan lainnya.
“Hingga saat ini, gerakan menanam masih
berkembang dan dilakukan oleh umat bersama-sama dengan warga di sekitar tempat
tinggalnya masing-masing sebagai bentuk kegiatan komunitas. Selain itu, ada
pula umat yang mengembangkan sendiri di sedikit lahan yang dimilikinya,”
ujarnya.
Sekretaris Umum Presidium Daerah Forum
Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Kabupaten Klaten ini menjelaskan, gerakan
ketahanan pangan ini bermula dari munculnya kegelisahan yang sama di kalangan
umat untuk berbuat sesuatu di tengah situasi serba terbatas. Gagasan semula
agar setiap keluarga mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.
“Meski tak bisa dipungkiri, semangat
solidaritas, berbagi, dan pengejawantahan budaya asli nusantara berupa gotong
royong telah dijiwai masyarakat dengan sungguh-sungguh,” ucapnya.
Perawat Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ini
menyatakan, beberapa umat terpantau masih cukup tekun melakoni kegiatan
menanam, menjual, dan berbagi ini. Saling bertukar hasil panen di kalangan umat
juga menjadi cerita menarik lainnya dalam dinamika kebersamaan ini.
“Gerakan ini sangat mendukung kemandirian
pangan umat,” tandasnya.
Yohanes Eko mengatakan, peran umat justru
merupakan hal yang utama dari gerakan ini. Paroki, dalam hal ini bidang
pelayanan kemasyarakatan, hanya mengambil peran sebagai fasilitator atau supporting.
“Ide-ide justru lahir dari diskusi-diskusi
ringan antar umat,” ucapnya.
Ia juga mengungkapkan, dengan masih
berlangsungnya kegiatan itu, baik yang bersifat individu maupun komunitas, maka
dia optimis, ke depan gerakan ketahanan pangan tersebut akan terus berkembang.
Umat Lingkungan Santa Maria Bunda Allah
Jambukulon ini menerangkan, paroki akan mengikuti dinamika peristiwa saja. “Jadi, apa yang dibutuhkan umat, itulah yang
akan diupayakan paroki,” terangnya.
Bendahara Pemuda Katolik Komcab Kabupaten
Klaten periode 2018-2021 ini berharap agar umat Paroki Jombor dapat terus
berkreasi dengan segala potensi yang dimiliki, serta terus bisa menginspirasi
bagi lingkungan dan sesama.
“Istilahnya adalah tetap dalam semangat
bertransformasi. Tetap dengan semangat kebersamaan, bergandengan tangan dengan
siapa pun yang berkehendak baik dan demi kebaikan itu sendiri, sehingga dapat
terwujud peradaban kasih yang nyata,” harapnya. # Rama Marcellinus Tanto, Monica
Warih, Laurentius Sukamta, Mariano Lejab, Heru Tricahyanto, Bernardus D Elwin J,
Filipus Ari Wibowo
Tidak ada komentar