Proses Menuju Peribadatan ‘New Normal’
Proses Menuju Peribadatan
‘New Normal’
Dalam kesempatan HUT ke-80 KAS, Bapa Uskup memberikan sebuah hadiah
berupa informasi boleh dibukanya kembali Gereja Paroki dalam lingkup KAS untuk
misa bersama umat. Hal ini dicantumkan dalam Surat Edaran dari Gugus Tugas
Penanganan Covid-19 KAS No. 0536/A/X/20-29 per 28 Juni 2020 dimana Rama Yohanes
Rasul Edy Purwanto Pr yang juga Vikjen Keuskupan Agung Semarang ini menjadi Koordinator
Gugus Tugas Penanganan Dampak Covid-19 KAS yang harus memberikan arahan
persiapan dan pelaksanaan misa dalam masa kenormalan yang baru.
RAMA Yohanes Rasul Edy Purwanto Pr, mengumuman pembukaan kembali gereja dan kapel untuk beribadat dengan kehadiran umat memang sudah sangat dirindukan oleh umat dan disambut gembira umat.
Meski demikian ada juga umat yang
menyatakan tetap memilih ikut misa live
streaming dulu dengan melihat perkembangan situasi. “Ada beberapa alasan
yang bisa dicatat, yaitu belum berani, tidak siap, punya tanggungan anak yang
masih kecil, atau punya tangungan lansia, ujar Rama Edy.
Umumnya kondisi gereja-gereja paroki sudah
menyiapkan untuk bisa melakukan ibadat bersama umat, sebab mulai tanggal 10
Juni 2020 sudah ada edaran khusus untuk para Rama Paroki supaya mulai
menggerakkan umat dengan membentuk satgas peribadatan di era adaptasi hidup
berdampingan dengan covid di paroki masing-masing. Memang cukup beragam tingkat
persiapan dan kesiapannya. “Namun intinya mereka siap untuk berproses dengan
segala tuntutan protokol kesehatan standar covid,” tandas Rama Edy.
Menurut Rama Edy, semua paroki dapat
dikatakan benar-benar siap dan sudah bisa memenuhi tuntutan persiapan dan
kesiapan menyangkut, pertama, SDM atau umat sudah diberi pemahaman melalui
edukasi, melalui satgas, ada pelatihan atau simulasi yang memadai untuk semua
petugas. Kedua, sarana-prasarana baik dalam gereja maupun di lingkungan gereja
semua harus memenuhi tuntutan standart penganan covid. Dan hal ketiga, ada
surat tertulis yaitu Surat Keterangan dari Gugus Covid tingkat
Kecamatan/Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa gereja dan lingkungannya ada di
wilayah aman covid.
Kalau ketiga hal itu terpenuhi, maka dapat
dikatakan bahwa paroki tersebut benar-benar siap untuk memulai peribadatan
bersama umat. Namun demikian, bisa saja terjadi walau ketiganya sudah ada dan
siap, tetapi atas pertimbangan sesaat rama paroki memutuskan untuk menunda
kembali sampai kondisi lingkungan menjadi baik dan tidak masalah.
Namun demikian, banyak juga yang menunda.
Penundaan ini bisa karena dua hal. Pertama, belum mendapat izin dari gugus
tugas covid Kecamatan/Kabupaten/Kota walau sudah mengajukan, atau ada yang
sedang bersiap mengajukan, maupun ada yang menunggu disurvei oleh pemerintah,
dll. Dan kedua, karena setelah mereka bersiap segala sesuatu ternyata
perkembangan penularan covid semakin tak terkendali sehingga harus bijaksana
menyikapinya.
“Sampai tanggal 12 Juli 2020, paroki yang
benar-benar siap karena telah memenuhi ketiga tuntutan itu ada 24 paroki dari
107 paroki di KAS,” papar Rama Edy.
Hal itu diamini juga oleh Rama Alexius Dwi Aryanto Pr (Vikep
Kedu). Di Kevikepan Kedu terdapat 10 paroki dan 1 kuasi paroki. Semua sudah
siap, akan tetapi sampai pada tanggal yang ditentukan baru empat paroki yang
melaksanakan, yaitu Paroki Ignatius Magelang, Paroki Fatima, Paroki Parakan dan
Kuasi Paroki Ngablak. Keempat paroki ini sudah memenuhi syarat yang ditentukan.
“Sementara paroki yang lain meski sudah
siap secara internal belum melaksanakan karena masih menunggu surat izin dari pemerintah setempat. Paroki
Temanggung, meski sudah mendapat izin dari pemerintah kabupaten, tetapi menunda
pelaksanaannya karena dirasa kondisi setempat belum memungkinkan untuk
pelaksanaan peribadatan,” ungkap Rama Dwi Aryanto.
Hal yang sama juga diungkapkan Rama Robertus Budiharyana Pr (Vikep Surakarta). Menurutnya, sebelum tanggal 18 Juli 2020 dilaporkan bahwa di Kevikepan Surakarta dari 29 paroki yang menyatakan siap melaksanakan misa mulai tanggal 18 Juli 2020 hanya 10 paroki yaitu Purbayan, Kleco, Mojosongo, Dirjodipuran, Sragen, Gemolong, Baturetno, Cawas, Wedi, dan Klaten.
![]() |
Umat Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi, Klaten diperiksa suhu tubuhnya dengan alat thermogun sebelum memasuki area gereja. (Foto, Laurentius Sukamta) |
Baru Satu Paroki
Yang paling memprihatinkan adalah seperti
yang dikatakan Rama Antonius Budi
Wihandono Pr (Mantan Vikep Semarang) yang sejak 1 Agustus 2020
lalu ditugaskan di Keuskupan Banjarmasin ini. Menurutnya kabar gembira dari
Bapa Uskup tentang dibukanya peribadatan di gereja yang rencananya diawali
tanggal 18-19 Juli 2020, rupanya tidak serta merta bisa dilaksanakan oleh
gereja-gereja paroki di Kevikepan Semarang. Rama Antonius Budi Wihandono Pr
mengatakan, satu satunya paroki yang sudah siap melaksanakan misa di gereja
adalah Paroki Kristus Raja Raja Semesta Alam Tegalrejo Salatiga. Artinya siap
dalam segala hal, dari luar sudah ada
izin dari pemerintah kota, dan dari dalam sudah menyiapkan sarana
prasarana serta satgas baik untuk luar ibadah maupun saat ibadah.
Kesiapan dalam memulai Ekaristi memang harus
memperhatikan banyak hal. Berkali-kali Bapa Uskup dan Rama Vikjen menegaskan
supaya paroki yang akan memulai Ekaristi mempersiapkan dengan sungguh-sungguh
berdasarkan ketentuan yang sudah digariskan baik oleh pemerintah maupun oleh
Gereja KAS. “Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengikuti Ekaristi
yaitu umat paroki kembali ke parokinya
masing-masing untuk memudahkan pelayanan berbasis wilayah atau lingkungan dan
juga meminimalkan resiko migrasi covid-19,” tandas Rama Budi Wihandono.
Dari 30
paroki di Kevikepan Semarang, 29 paroki sudah siap secara intern, tinggal
menunggu izin pemerintah. Ke-29 paroki
memilih menunda perayaan Ekaristi karena
kasus covid-19 masih tinggi di daerahnya. Ini suatu keputusan yang bijaksana
dari rama paroki untuk membantu pecegahan penyebaran covid-19 dan karena
cintanya kepada umat agar tidak memunculkan klaster baru. Pelayanan Ekaristi akan dilayani secara online. Di Kevikepan Semarang ada 7 paroki yang melayani misa online harian dan ada 15 paroki yang
melayani misa online pada hari
minggu.
Salah satu paroki yang menunda adalah Paroki St Mikael Semarang Indah. Secara prinsip, paroki yang digembalakan oleh imam-imam MSF telah siap untuk mengadakan perayaan Ekaristi di gereja. Segala sesuatu telah disiapkan sesuai dengan protokol kesehatan. Minggu II Juli 2020, anggota dewan paroki rencananya diundang untuk mengikuti misa terbatas di gereja sekaligus untuk mempraktekkan protokol kesehatan di gereja. Namun ketika semuanya telah siap, kemudian ada masukan dari tim dokter dan beberapa umat yang berkarya di pemerintahan, mengabarkan bahwa situasi kurang kondusif karena angka positif covid-19 bertambah. Selain itu gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah mengeluarkan surat tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Melihat keadaan ini, Kepala Paroki St Mikael Rama Ignatius Triatmoko MSF mengambil kebijakan untuk menunda pelaksanaan perayaan Ekaristi bersama umat di gereja.
“Dan rupanya umat seperti ketua-ketua lingkungan, ketua wilayah, maupun prodiakon, menyatakan setuju atas kebijakan penundaan perayaan Ekaristi ini. Di akhir bulan Juli 2020 akan dievaluasi lagi untuk menentukan kapan pelaksanaan perayaan Ekaristi dimulai di gereja,” tandas Rama Triatmoko MSF.
![]() |
Posisi tempat duduk umat di gereja St Mikael Semarang Indah. (Foto: Elwin) |
Sudah Misa di Gereja
Yang
cukup menggembirakan adalah seperti yang dikatakan Rama Alexander Joko Purwanto
Pr
(Kepala Paroki Santa Maria Assumpta Cawas Klaten). Paroki Santa Maria Assumpta
Cawas, Klaten memulai peribadatan dengan tatap muka bersama umat sesuai dengan
anjuran Bapa Uskup pada hari Sabtu dan Minggu (18-19/7). Sebelumnya, Dewan
Paroki Cawas terlebih dulu mohon rekomendasi dari tim Gugus Percepatan
Penanganan Covid-19 Kecamatan Cawas.
“Izin diberikan setelah tim gugus tugas
kecamatan meninjau kesiapan Paroki Cawas untuk mengadakan peribadatan langsung.
Dan pada tanggal 2 Juli 2020, surat izin keluar yang menyatakan bahwa Gereja
Katolik Cawas adalah areal yang bebas covid-19 dan diperbolehkan mengadakan
peribadatan bersama dengan mengindahkan protokol kesehatan,” kata Rama Joko
Purwanto.
Rama Joko menyatakan, sebelum melaksanakan
peribadatan ini, Paroki Cawas telah menyiapkan sarana prasarana untuk mendukung
protokol kesehatan. Kami membuat tempat cuci tangan permanen di depan aula
gereja, memasang petunjuk berupa banner tentang langkah-langkah atau cara
peribadatan yang baru. Kami juga menyiapkan masker, handsanitiser, face shield
bagi petugas liturgi dan tata tertib gereja.
“Kami memasang tanda social distancing di bangku-bangku gereja, supaya umat tetap jaga
jarak. Di tiap bangku juga diberi nomor agar umat dapat mengingat tempat
duduknya. Jalur penerimaan komuni dan jalur keluar melalui pintu samping kiri
dan kanan gereja juga sudah disiapkan,” ujar rama.
Selain itu, selama satu minggu penuh diadakan
sosialisasi dan simulasi di tengah misa harian. Hal ini dibuat supaya para
petugas sungguh-sungguh siap dan memahami apa yang harus dilakukan saat
melayani umat dalam misa hari Minggu.
Paroki juga menyiapkan para prodiakon baik
yang bertugas di gereja maupun mereka yang akan mengirim komuni ke
lingkungan-lingkungan, mengingat ada banyak umat lansia dan keluarga muda yang
tidak bisa ikut misa di gereja paroki karena anak-anaknya masih kecil.
“Kami juga menyiapkan relawan yang
ditunjuk menjadi asisten pembagi komuni luar biasa pada masa pandemi ini. Hal
ini dilakukan untuk mendukung tugas para prodiakon. Karena jika hanya prodiakon
saja yang membagi komuni, maka tenaga kurang memadai,” terang rama.
Rama Joko menjelaskan, Paroki Cawas
menambah jumlah misa. Yang tadinya hanya Sabtu sore dan Minggu pagi, kini
ditambah Minggu sore. Hal ini dibuat supaya tidak terlalu banyak konsentrasi
umat di satu misa.
“Kami juga membuat jadwal misa per
wilayah. Sabtu sore untuk wilayah Paulus dan Lingkungan Lucia. Minggu pagi
untuk wilayah Agustinus. Dan Minggu sore untuk wilayah Tomas dan Filipus. Misa
Sabtu sore dihadiri 90 umat, Minggu pagi 60
umat dan Minggu sore 120 umat,” papar rama.
Rama Joko mengatakan, dari pemantauan
pelaksanaan Ekaristi pada masa pandemi ini, secara umum dapat berjalan lancar
dan tertib. Kapasitas bangku di gereja adalah 150 orang. Kemarin tidak sampai
penuh. Bisa jadi karena umat masih takut ke gereja atau karena umat di Cawas
kebanyakan lansia. Mereka lebih memilih ikut Misa live streaming di rumah.
“Kesadaran umat untuk mengikuti protokol
kesehatan sudah baik, terlihat semua memakai masker dan cuci tangan, serta jaga
jarak. Para petugas liturgi juga melaksanakan tugasnya dengan baik. Hanya masih
terlihat beberapa petugas datang mepet waktunya. Kami sudah mengimbau agar para
petugas menyiapkan diri minimal setengah jam sebelumnya,” harap rama.
Suasana
yang tak jauh berbeda juga terlihat di Paroki Banyutemumpang, Magelang. Semenjak
Bapa Uskup KAS mengeluarkan edaran (28
Juni 2020) tentang dimulainya peribadatan pada tanggal 18-19 Juli 2020, Dewan
Pastoral Paroki Banyutemumpang mengadakan rapat Dewan Harian selama 2 kali dan
Dewan Inti plus ketua-ketua wilayah selama 2 kali untuk menyiapkan beberapa
langkah.
Langkah
itu antara lain, Paroki Banyutemumpang dengan umat 3.800 selama ini dilayani dalam Ekaristi Minggu 1
gereja paroki dan 4 kapel wilayah, dengan jumlah Ekaristi Sabtu-Minggu selama 5
kali, Sabtu (2 Kali) dan Minggu (3 Kali). Untuk peribadatan di era new normal diadakan pelayanan Ekaristi
Sabtu-Minggu selama 10 kali: Sabtu (4 kali) Minggu (6 Kali). Dua rama paroki
mengambil 8 Ekaristi dan 2 Ekaristi lain dimintakan bantuan dari rama di
seputaran Muntilan dan Magelang. Umat Paroki Banyutemumpang yang boleh datang
ke gereja (usia 10-65 tahun) berjumlah
1.730 umat dan dilayani dalam 10 kali misa tersebut.
Penyiapan
tempat ibadah telah disiapkan seperti ketentuan dan protokol yang ada:
pengaturan tempat duduk selang-seling (2 dan 1), penyiapan wastafel tempat cuci
tangan, penyiapan handsanitizer di gereja. Seluruh petugas yang
bertanggungjawab diserahkan kepada wilayah, mengingat jadwal misa dikelompokkan
per wilayah.
Pada
kesempatan ini Rama Stepanus Istata
Raharjo Pr (Vikaris Paroki St Kristoforus Banyutemumpang) berharap,
perayaan Ekaristi di gereja agar segera terwujud dan umat juga sungguh patuh
terhadap protokol yang dibuat oleh tim gugus tugas covid 19 tingkat paroki.
Tentu hal ini akan menjadi evaluasi jika pada saatnya nanti ekaristi
benar-benar sudah dilaksanakan.
Konsep Gereja New Normal
Meski peribadatan mulai kembali dibuka namun Rama Yohanes Rasul Edy Purwanto Pr, selaku koordinator Gugus
Covid KAS, mengingatkan terkait konsep
Gereja ‘New Normal’. Dikatakan bahwa Gereja tidak terlalu risau dengan istilah
‘new normal’. Menurutnya, konsep Gereja Katolik sederhana: mau tidak mau,
Gereja (umat) sebagai warga dan bagian dari masyarakat harus memiliki semangat
dan sikap sebagai berikut: pertama, umat jangan hanya berpikir untuk
kepentingan sendiri, tetapi harus berpikir untuk kepentingan yang lebih luas,
untuk kepentingan banyak orang. Wabah virus ini tidak mungkin dihadapi sendiri,
tapi harus dihadapi bersama-sama.
Kedua, umat diajak untuk terus melakukan
adaptasi mandiri maupun bersama guna bisa hidup berdampingan dengan virus ini
yang rasanya tidak akan pernah lagi hilang dari muka bumi kita. Dan ketiga,
umat juga harus terbuka untuk memulai dan menghayati cara hidup menggereja
secara baru, beriman secara baru, dan juga menjalani hidup sehari-hari secara
baru.
“Tata baru memerlukan cara pandang, cara
berpikir, dan cara bertindak -singkatnya: mindset-
baru. Yang harus dipatuhi adalah ketetapan dari pemerintah dan ketetapan dari
Gereja sendiri dalam hal ini yang diputuskan Uskup dan yang digariskan oleh
Gugus Tugas Penanganan Dampak Covid-19 KAS,” tandasnya.
Sebagai Koordinator Gugus di KAS, Rama Edy berpesan sekaligus berharap: beriman di masa kenormalan baru artinya menghayati iman secara baru. Merayakan Ekaristi di masa kenormalan baru juga harus dengan cara baru. “Kita harus membangun habitus baru: Urip anyar kudu nganggo nalar, ojo mandheg neng rasa lan kepinginan. Kuncinya: kita semua harus jujur, taat, disiplin, bersedia diatur, mengikuti prosedur. Ora sak karepe dhewe, ora sak enake lan sak kepenake dhewe.”
Memakai Hand Sanitazer sebelum masuk gereja.
Pembatasan Usia
Pembukaan Ekaristi di gereja ini menurut Rama
Alexius Dwi Aryanto Pr (Vikep Kedu) tidak semua diterima dengan gembira.
Adanya pembatasan usia, oleh beberapa umat lansia membuat hati menjadi kecewa. Bahkan menurut Rama Robertus Budiharyana
Pr (Vikep Surakarta), pembatasan usia bagi lansia dalam perayaan Ekaristi telah
menimbulkan tanggapan yang bermacam-ragam. Ada yang berontak, tidak bisa
menerima pembatasan ini. Ada yang bisa menerima dengan baik dan sangat
memahaminya. Ada pula yang biasa-biasa saja. Ada lansia yang marah-marah. Ada
yang merasa dibuang, disingkirkan, tidak dihargai pengorbanannya.
Semua
reaksi umat yang timbul karena pembatasan usia dalam perayaan Ekaristi ini
mesti ditanggapi dan dijawab dengan sosialisasi, katekese dan edukasi tiada
henti. Umat mesti mengerti bahwa pembatasan usia dalam perayaan Ekaristi
dimaksudkan untuk memastikan dan menjamin keselamatan semua umat. Jangan sampai
dan tetap dijaga supaya umat terbebas dari wabah virus corona.
“Umat juga harus paham bahwa pembatasan
ini berlaku sementara, tidak selamanya. Kalau situasi membaik dan kondusif,
aman dari wabah virus corona maka perayaan Ekaristi dan semua perayaan
peribadatan dapat dilaksanakan seperti sediakala. Umat juga mesti mengerti
bahwa keselamatan jiwa adalah hukum tertinggi dan nilai yang harus
diperjuangkan. Menjaga keselamatan diri dan sesama adalah tanggungjawab
moral-sosial bagi setiap orang,” pesan Rama Budiharyana.
Lebih tegas lagi adalah seperti yang
disampaikan Rama Antonius Budi Wihandono Pr (Mantan Vikep
Semarang),kebijakan Gereja KAS bersifat hipotesa kerja, artinya kebijakan itu
selalu dievaluasi dengan tahap-tahap dan berdasarkan data-data yang jelas. Jika
data menunjukkan situasi semakin
kondusif, tentu Gereja KAS akan membuat suatu kebijakan baru untuk
pembatasan usia. Tetapi jika data menunjukkan situasi semakin buruk dan
mengancam keselamatan banyak orang, bukan hanya pembatasan usia, Gereja KAS
akan menutup kembali peribadatan di paroki-paroki.
Terhadap
kebijakan yang dibuat pemerintah dan khususnya Gereja KAS, umat (khususnya yang
65 tahun ke atas) diharapkan berpikir
positif. Gereja KAS selalu berpikir untuk kebaikan dan keselamatan bersama. Era new normal juga harus disikapi dengan cara berpikir dan bersikap
baru termasuk dalam beribadah. Terus menerus berdoa, semoga covid-19 segera
berakhir sehingga segala macam dimensi kehidupan dapat berjalan seerti
sediakala dan menjadi lebih baik.
Secara khusus Paroki Wedi, Klaten menaruh
perhatian terhadap para lansia. Gereja Paroki Wedi melaksanakan misa streaming
sebanyak 2 perayaan Ekaristi dari 7 kali perayaan Ekaristi mingguan, yaitu pada
Sabtu sore pukul 18.00 WIB dan Minggu pagi pukul 10.00 WIB. Perayaan Ekaristi
streaming ini diikuti oleh umat lansia yang berusia 65 tahun lebih, umat yang
sedang sakit, dan juga umat yang masih memilih untuk misa online sebelum
menerima komuni yang dikirimkan oleh Prodiakon Paroki Wedi.
Hal itu pun didukung oleh Koordinator Sekolah
Pendampingan Iman Usia Dini (PIUD) Paroki Santa Maria Assumpta Klaten, Fransiska Anna Supriyanti. Dia
menyatakan pro dengan adanya pembatasan usia untuk mengikuti perayaan Ekaristi
di masa pandemi covid-19 ini. Karena Gereja sudah mempertimbangkan secara
matang dan penuh kebijaksanaan.
Mengapa? Karena anak-anak usia kurang
dari 10 tahun dan para lansia usia 65
tahun ke atas memang rentan terhadap penularan virus corona.
“Gereja sementara ini sudah memberikan
solusi, yaitu dengan misa live streaming
dari rumah. Dan yang lansia bisa dikirim komuni oleh prodiakon atau petugas khusus yang ditunjuk oleh imam dan
mendapat SK (surat tugas) dari Bapa Uskup,” kata warga Dukuh Trunuh, Desa
Trunuh, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten ini.
Fransiska berpesan, untuk umat Allah yang
berusia rentan terhadap virus corona, baik yang berusia di bawah 10 tahun dan
di atas 65 tahun untuk sementara ini supaya taat kepada kebijaksanaan Gereja
yang sungguh memperhatikan dan mempedulikan umatnya demi kebaikan dan
keselamatan jiwanya. # *** Tim Penulis: Rama Marcellinus Tanto Pr,
Philipus Ariwibowo, Laurentius Sukamta, Bernardus D Elwin J
Pengukuran suhu merupakan salah satu prosedur kesehatan. (Foto: Elwin)
Tidak ada komentar