Berbincang Bersama Monsinyur, Jelang 2 Tahun Sebagai Uskup
SEMUA BERKAT DUKUNGAN SELURUH UMAT
Tak terasa tanggal 19 Mei 2019
ini, Mgr Robertus Rubiyatmoko telah menggembalakan Keuskupan Agung Semarang
selama 2 tahun. Dalam percakapan hangat Bapa Uskup dengan Salam Damai selama 90 menit, beliau menuturkan seputar
penggembalaan beliau selama 2 tahun.
Bagaimana kesan sebagai gembala di KAS di tahun kedua?
Bagi saya, dari
waktu ke waktu semakin bisa tahu apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab seorang
uskup. Yang tadinya masih di awang-awang dan dibayang-bayangkan, kini semakin
jelas. Pada semester pertama setelah
tahbisan langsung berhadapan dengan jadwal yang sudah jadi, khusus dengan
jadwal penerimaan Sakramen Krisma. Jadwalnya padat sekali, jadi waktu itu
waktunya terserap untuk jadwal yang telah tersusun.
Selain itu masih
harus berhadapan dengan hal-hal yang tak terjadwal, seperti perjumpaan dengan
aneka macam kelompok. Sehingga jadwalnya semakin tambah padat. Namun demikian,
saya sangat menikmati; saya sangat enjoy
dengan itu semua.
Dan puji syukur,
meskipun acara padat, tetap diberikan kesehatan yang baik, dan tidak sakit;
ditambah dengan adanya suasana hati yang riang dan sukacita. Itulah yang saya
syukuri, meski kalau dilihat dari sisi kelelahan ya lelah sekali. Bagi saya, semua
itu tak bisa dilepaskan dari dukungan doa seluruh umat.
Seperti apakah tugas seorang uskup KAS?
Tugas Uskup
adalah bersama para imam (diosesan maupun tarekat) menggembalakan umat dari
waktu ke waktu. Dan untungnya, di KAS ini perangkat pastoralnya itu sudah
berjalan dengan baik. Secara khusus imamnya yang sekian banyak itu. Jadi bisa
padu dan bersatu, menjadi satu tim yang sungguh-sungguh bisa bekerja untuk
pengembalaan yang lebih baik.
Selain itu, umat
Keuskupan Agung Semarang sudah sangat maju sekali. Tingkat kemandiriannya
sangat tinggi. Sehingga jika diajak untuk berderap dengan berbagai macam
program itu tidak mengalami kesulitan.
Dan yang
menguntung untuk saya adalah mendiang Mgr Pujasumarta telah meninggalkan alat
kerja yang sudah jadi dalam Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS)
tahun 2016-2035. Bagi saya ini menjadi semacam alat kerja yang tinggal
memanfaatkan atau ngecak’ke. Meskipun
secara pribadi mengatakan bahwa tidak begitu mudah melaksanakannya. Namun
setelah bekerja dengan Dewan Karya Pastoral, dengan Rama Vikep, dan rama
lainnya, serta seluruh umat, semua bisa berderap bersama.
Yang saya
khawatirkan terjadi. Selain pekerjaan yang banyak, lalu juga
permasalahan-permasalan yang semakin riil di depan mata. Sebagai seorang uskup,
pastilah tidak hanya bekerja internal Gereja, namun juga eksternal berhadapan
dengan pemerintahan, harus berbicara tentang politik. Dan bagi saya ini
merupakan sesuatu yang baru. Maka saya harus banyak belajar lagi.
Selain itu, saya
sangat diuntungkan ada umat awam khususnya yang senantiasa bisa memberikan masukan
dan inspirasi terkait dengan apa yang harus saya lakukan.
Adakah perbedaan tahun pertama dan kedua?
Di tahun pertama
dan di tahun kedua rasanya tidak ada perbedaan yang signifikan. Karena saya sudah
terbiasa dengan mekanisme dan ritme yang berjalan dari waktu ke waktu. Hanya
memang ketika tahun pertama saya mencoba untuk melihat dan belajar sana sini,
termasuk saya banyak belajar dari Rama FX Sukendar yang pernah menjadi
administrator dan vikjen KAS. Juga belajar dari sekretaris KAS dan ekonom KAS.
Saya coba menyerap dari situ. Dan setelah semester pertama saya mencoba mulai
bergeliat menata sana sini
Lalu di tahun
kedua, mulai bulan Juni 2018, saya mulai mengetrapkan pemikiran-pemikiran yang
baru. Termasuk untuk menjadikan ‘Kevikepan sebagai Pusat Kegiatan Pastoral’. Bagi
saya ini merupakan sesuatu yang baru. Saya ingin supaya pengembangan di KAS ini
menjadi semakin intensif dan efektif, dengan mengoptimalkan Rama Vikep sebagai
ordinaris wilayah (pemimpin setempat) yang mempunyai kewenangan-kewenangan
tertentu sesuai dengan hukum Kanonik. Saya melihat bahwa selama itu belum
optimal, peran Vikep lebih koordinatif, pun sangat terbatas. Misalnya,
mengadakan kolasi atau pertemuan rama-rama sebulan sekali, memberikan
dispensasi/izin terkait dengan sakramental, semuanya ini sangat terbatas
sekali. Itu belum mencerminkan tugas seorang ordinaris.
Maka gagasan
kevikepan sebagai pusat kegiatan pastoral ini, memungkinkan para Vikep ini sungguh
menjadi seorang ordinaris yang mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan-keputusan pastoral dan melaksanakannya. Memang belum ada format yang
jadi waktu itu. Semua harus kita godog dan diolah bersama-sama.
Sejauhmana motto Quaerere et Salvum Facere mewarnai penggembalaan Bapa
Uskup?
Saya sampai
sekarang tetap mantap dengan motto tahbisan uskup yang saya canangkan sejak
sebelum saya ditahbiskan itu. Motto ini di mana-mana sangat menjiwai saya,
untuk mencoba memberi perhatian kepada mereka-mereka yang membutuhkan dalam
banyak hal.
Dan yang paling
menyenangkan lagi adalah bahwa motto tahbisan uskup ini tidak hanya menjiwai
diri saya, namun juga menjiwa para imam dan seluruh umat. Dan itu semua saya
dengung-dengungkan sejak awal, terutama ketika berkunjung ke paroki-paroki. Sehingga
motto untuk mencari dan menyelamatkan itu sungguh-sungguh sudah terlaksana,
bukan karena saya sendiri yang melaksanakan tetapi juga orang-orang yang turut
bekerja dalam kegembalaan di KAS ini.
Dalam sebuah
kesempatan wawanhati dangan rama-rama keuskupan satu per satu, terlihat bahwa
bagaimana para imam mencoba juga untuk mengadopsi motto tahbisan uskup itu
menjadi semangat dalam penggembalaan
mereka. Dan motto ini menjadi semakin kuat ketika saya mencoba mencanangkan suatu
cara untuk menghidupi motto ini dengan srawung
dengan banyak orang.
Karena dengan srawung kita bisa mengerti situasi riil
dari umat beriman atau masyarakat. Kita akan tahu siapa saja yang membutuhkan
perhatian dan siapa yang perlu dibantu. Jadi mencari dan menyelamatkan itu
menemukan dalam kegiatan srawung.
Harapan di HUT ke-2 Tahbisan Uskup?
Di HUT ke-2
Tahbisan Uskup ini, saya memohon kepada Tuhan 5 rahmat. Pertama, rahmat kebijaksanaan
supaya dapat menimbang dan memutuskan perkara dengan tepat sesuai dengan
kehendak Allah. Kedua, rahmat kerendahan hati supaya tidak menjadi sombong,
yang selalu menempatkan Tuhan yang utama dalam karya penggembalaan ini. Ketiga,
rahmat pelayanan yang tak kunjung henti dalam kondisi apapun dan bukan untuk
mencari diri sendiri namun demi kepentingan umat; karena ini yang akhirnya
menjadi kunci untuk pelayanan lebih lanjut. Keempat, rahmat sukacita, dalam
arti dapat melaksanakan semuanya dengan penuh kegembiraan dan ketulusan hati.
Dan kelima, rahmat kesehatan dan stamina yang optimal untuk bisa melayani
dengan baik. Mengingat pekerjaan seorang uskup itu membutuhkan energi besar.
Ini semua
diberikan Tuhan kepada saya karena doa umat yang tak kunjung putus. Ketika umat
mendoakan saya dalam Ekaristi, misalnya, saya dapat merasakannya. Tanpa itu
tidak akan mungkin.
Pesan bagi umat KAS?
Ajakan saya untuk
umat: mari kita berderap bersama-sama untuk hidup menggereja yang membuat
Gereja semakin eksis di tengah masyarakat, sehingga memiliki signifikansi dan
relevansi. Artinya, kehadiran Gereja diperhitungkan karena memang berguna di
masyarakat. Untuk sampai ke sana, tidak ada kata lain kecuali kita harus Srawung. Srawung dengan masyarakat
luas, lintas agama, dan menjadi bagian dari masyarakat itu. Tidak cukup bahwa
kita itu aktif di internal Gereja saja. Namun mesti kita harus juga eksternal. Berderap
bersama mewujudkan peradaban kasih dalam kebersamaan dengan masyarakat luas. Itu
yang saya harapkan dari umat sekalian. # Elwin
Tidak ada komentar