Kawin Lari, Bolehkah?
Selamat pagi Rama Yeremias. Saya wanita Katolik 28 tahun asal
Medan, yang berpacaran dengan pria Katolik 29 tahun asal Jakarta. Kami berdua
sama-sama merantau di Surakarta dan sudah berpacaran 3 tahun. Kami ada kendala
cukup serius, kedua keluarga kami (orangtua) masing-masing tidak merestui
hubungan kami, apalagi ketika saya nyatakan akan menikah. Saya pernah mengutarakan
kepada pacar saya, bagaimana jika kawin lari atau tanpa persetujuan orangtua.
Pikir saya, toh, kami sudah dewasa. Dia pun menyetujui. Pertanyaan saya,
bolehkah langkah ini kami lakukan? Apakah Gereja ada dispensasi menikah tanpa
persetujuan orangtua? Adakah masukan dari Rama? Terima kasih.
Virgin – Surakarta
Virgin yang sedang galau! Terima kasih
untuk kesediaanmu berbagi cerita tentang persoalan yang sedang dihadapi,
terkhusus tentang rencana kalian berdua untuk menikah tanpa restu dari orangtua
kedua belah pihak bahkan bila perlu terkandung niat untuk nekat kawin lari.
Mari kita mengamati persoalanmu dari kacamata perkawinan dalam Gereja Katolik.
Mencintai apalagi dicintai oleh seseorang
adalah sebuah pengalaman yang luar biasa membahagiakan. Orang seakan
mendapatkan energi dan gairah khusus yang mengobarkan semangatnya untuk
berjuang mewujudkan kebersatuannya dengan yang dicintai dalam ikatan perkawinan
nan abadi.
Hukum perkawinan dalam Gereja Katolik
mensyaratkan tiga hal pokok yang perlu diperhatikan demi sahnya sebuah
perkawinan. Pertama, si pria dan wanita yang hendak menikah melaksanakan consensus
atau kesepakatan nikah secara sadar dan bebas. Tidak ada yang merasa terpaksa
atau memaksakan kehendaknya. Keduanya dengan segala kebebasan hati membuat
kesepakatan untuk menerima satu sama lain sebagai suami dan istri.
Kedua, si pria dan wanita yang hendak
menikah itu bebas dari halangan-halangan nikah. Misalnya, halangan nikah karena
usia, impotensi, masih terikat perkawinan sah sebelumnya, beda agama, dll.
Ketiga, si pria dan wanita meneguhkan perkawinannya menurut tatacara peneguhan katolik.
Artinya bahwa mereka harus menikah di hadapan pejabat resmi Gereja Katolik
(pastor paroki, diakon atau rama lain yang mendapatkan delegasi) serta dua
orang saksi.
Dari ketiga persyaratan di atas, tidak
tercantum persyaratan mengenai restu orangtua dari kedua belah pihak. Maka
menurut hukum perkawinan katolik, Virgin dan si calonmu dapat menikah secara Katolik
dan sah. Sekali lagi ini dari sudut pandang hukum-yuridis, menurut hukum
perkawinan katolik. Akan tetapi, bagaimana dari sudut perasaan dan hati Anda
berdua: apakah Anda berdua benar-benar akan menikah dengan hati yang damai,
tanpa ada ganjalan atau perasaan tidak sreg? Saya yakin di dasar
hatimu terdalam ruang dimana Anda berdua tidak tenang alias galau. Mengapa?
Anda berdua pasti tahu apa penyebabnya, yakni restu orangtua.
Sejujurnya dan secara positive thinking, setiap
orangtua pasti menghendaki kebahagiaan anak-anaknya. Tidak ada orangtua yang
mau menjerumuskan anaknya. Maka kalau orangtua Virgin dan orangtua calonmu
tidak memberikan restu atau persetujuan, pasti ada hal-hal yang perlu dicermati
secara serius, dewasa dan lapang hati.
Mereka pasti menemukan hal-hal yang mendorong untuk tidak merestui
rencana perkawinan Anda. Maka bicaralah secara terbuka dengan orangtua Anda
masing-masing dan pahamilah ketidaksetujuan mereka. Komunikasi yang baik dengan
orangtua akan membantu Anda mengetahui dengan tepat apa sesungguhnya keberatan
mereka dan sekaligus menjadi bahan introspeksi Anda berdua. Dengan demikian Anda
berdua tidak bertindak nekad dengan kawin lari. Ini bukan jalan keluar yang
diharapkan! Berkah Dalem! #
Tidak ada komentar