Ternyata Temanku Penyuka Sesama Jenis
Rama
Pengasuh Konsultasi Keluarga terkasih, satu tahun yang lalu saya diminta
menjadi saksi perkawinan teman di luar Jawa. Setelah menikah, teman saya
terkena virus HIV. Dari medsos-nya diketahui, dia penyuka sesama jenis. Dua
bulan yang lalu dia mengakui hal ini dihadapan isterinya dan di hadapan saya
bahwa ia penyuka sesama jenis. Isteri minta cerai karena merasa ditipu dan
menuduh suaminya tidak jujur saat kanonik dengan rama. Bagaimana saya harus
bersikap sebagai seorang saksi perkawinan? Terima kasih Rama.
Stevanus-Surakarta
Stevanus yang
sedang prihatin, ada dua persoalan yang dapat dibaca dari pertanyaanmu, yakni
peran sebagai saksi perkawinan dan perkawinan dengan seorang penyuka sesama
jenis atau homoseksual.
Perkawinan
merupakan salah satu jalan hidup yang penting, selain jalan hidup membiara dan
membujang. Gereja Katolik memberikan peraturan-peraturan khusus, ketat dan
tegas agar orang dapat melangsungkan pernikahan secara sah dan benar. Diantara
sekian banyak aturan dan syarat yang diminta oleh Gereja Katolik, terdapat pula
ketentuan mengenai saksi kanonik dan saksi perkawinan.
Saksi kanonik
diperlukan apabila seorang katolik hendak menikah dengan non katolik. Bagi
seorang katolik, apakah dia sudah pernah menikah atau belum dapat diketahui dan
dilacak dari surat baptisnya yang terbaru. Sedangkan bagi seorang non katolik
dibutuhkan kesaksian seorang dewasa yang sungguh mengenalnya bahwa dia seorang
bebas, tidak terikat perkawinan sah dengan seorang lain. Jadi, dibutuhkan
seorang saksi kanonik yang menyatakan bahwa si calon tersebut belum menikah
dengan siapapun.
Selanjutnya,
perkawinan seorang katolik meskipun hanya satu orang saja yang beragama katolik
hanyalah sah bila dirayakan di hadapan saksi resmi Gereja (testis
qualificatus) dan testes communes. Testis qualificatus adalah orang
yang mempunyai kewenangan melayani perayaan perkawinan yakni uskup atau pastor
paroki atau pastor lain yang diberi delegasi.
Sedangkan testes
communes adalah 2 orang dewasa yang sehat jasmani dan psikis yang ditunjuk
untuk menyaksikan bahwa perkawinan itu terlaksana. Kedua orang tersebut
mewakili masyarakat umum dan memberikan kesaksian bahwa perkawinan telah
terjadi.
Maka tugas Stevanus
dan saksi satunya lagi hanyalah menyaksikan saja perkawinan berlangsung dan
tidak banyak berpengaruh pada sah tidaknya perkawinan. Karena yang menentukan
adalah kedua mempelai yang saling memberikan janji untuk menjadi suami dan
istri bagi satu sama lain. Merekalah pelayan sakramen perkawinan, bukan pastor
atau kedua saksi tersebut.
Mengenai perkawinan
seorang penyuka sesama jenis atau homoseksual, kiranya perlu ditegaskan
terlebih dahulu mengenai tujuan perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik. Arti
dan tujuan perkawinan dirumuskan dengan jelas sebagai berikut: Dengan
perkawinan seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk persekutuan hidup
bersama sebagai pasangan suami-istri, yang bertujuan untuk kebahagiaan
pasangan, kelahiran dan pendidikan anak.
Di sini sangatlah
jelas bahwa yang menikah adalah seorang pria dan seorang perempuan. Jadi bukan
perkawinan sesama jenis pria (gay) atau sesama jenis perempuan (lesbian).
Selanjutnya dinyatakan dengan jelas pula bahwa perkawinan bertujuan untuk
melahirkan manusia baru dan mendidiknya. Dengan demikian perkawinan dengan
seorang penyuka sesama jenis tidaklah sah dan dapat dinyatakan bahwa perkawinan
itu tidak ada atau batal dengan sendirinya.
Demikian jawaban yang
dapat saya berikan, semoga membantu Stevanus untuk mengambil sikap. Berkah
Dalem! #
Tidak ada komentar