Baptis Anak, Tanggung Jawab Siapa?
Rama
Yeremias terkasih, tahun ini pernikahan kami tahun ke-12 dan dikaruniai 2 anak
kembar. Keduanya sudah berusia 11 tahun dan duduk di kelas 6 SD. Namun keduanya
belum dibaptis Katolik, karena suami belum memperbolehkannya. Alasan suami
adalah supaya anak minta sendiri atau menentukan sendiri sesuai pilihannya. Saya sudah menyampaikan bahwa
soal baptisan itu tanggung jawab orangtua. Tapi suami masih kukuh pada
pendiriannya, karena dia berkaca dari didikan orangtuanya waktu masih kecil, ia
memilih agama Katolik karena pilihannya sendiri. Mohon petunjuk Rama. Terima
kasih. Berkah Dalem.
Yohana
– Yogyakarta
Yohana yang baik, dalam Gereja Katolik dikenal beberapa jenis baptisan.
Ada baptisan dewasa, dimana seseorang yang sudah dewasa menerima pembaptisan
keputusan pribadi, tentunya setelah mengikuti pelajaran yang diadakan di paroki
atau sekolah. Ada baptisan rindu, manakala seseorang ingin sekali dibaptis,
bahkan sudah mengikuti katekumenat, tetapi meninggal dunia sebelum menerima
pembaptisan.
Selanjutnya dikenal pula baptisan darah, dimana seseorang ingin
dipermandikan dan sudah mengikuti pelajaran persiapan baptis, tetapi meninggal
dunia sebelum dibaptis karena setia dan berani membela imannya. Dan yang terakhir
adalah baptisan bayi, yang menjadi topik utama persoalan yang ditanyakan oleh
Yohana.
Baptisan bayi menurut paham Gereja Katolik adalah baptisan yang
diterimakan kepada seorang bayi atau anak kecil. Peristiwa penerimaan baptisan
bagi seseorang yang masih bayi atau anak kecil ini tentu saja dapat menimbulkan
pro dan kontra. Orang-orang yang kontra baptisan bayi sebagaimana yang dianut
dan dipraktekkan oleh suami Yohana dan keluarganya, tentu memiliki argumen yang
kuat dan logis.
Menurut mereka, anak yang hendak dibaptis harus mempunyai kemantapan
hati dan kemauan sendiri. Karena masih bayi maka dia belum bisa menentukan
pilihannya, maka baptisan belum bisa diterimakan, menunggu sampai dia dewasa untuk
bisa menentukan sendiri mau dibaptis atau tidak. Kedengarannya memang sangat
masuk akal.
Akan tetapi bagaimana dengan kenyataan-kenyataan lain, misalnya soal
makanan, pakaian atau sekolah? Apakah si bayi atau anak kecil akan menentukan
sendiri makanan, pakaian dan sekolah yang hendak dimasuki? Pastilah sang anak
tidak dapat memilih sendiri, justru orangtualah yang memilihkan bagi anaknya:
makanan sehat dan bergizi, pakaian pantas dan sekolah terbaik. Demikian pula
dalam hal baptisan, orangtua berkeyakinan bahwa inilah yang terbaik bagi anaknya
dan itulah yang diwariskan.
Sejak dulu Gereja Katolik mempunyai tradisi kuat untuk membaptis anak-anak
kecil ketika keluarganya menerima pembaptisan. Hal ini sejalan dengan apa yang
disabdakan Tuhan Yesus: ‘Biarkanlah anak-anak datang kepadaKu, jangan
menghalang-halangi mereka karena orang-orang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Allah’ (Mrk 10:14).
Selain itu, peristiwa pembaptisan bagi seorang anak kecil sangatlah
sejalan dengan isi janji perkawinan yang diucapkan oleh suami-istri saat
pernikahan, antara lain untuk berusaha sekuat tenaga mendidik anak-anak menurut
iman Katolik. Maka kendati anak masih kecil, orangtua mempunyai kewajiban utama
mewariskan iman kepada anak-anaknya sejak dini. Orangtua meyakini bahwa iman
Katolik adalah yang terbaik maka iman itulah yang diajarkan dan diwariskan.
Bahwa
di kemudian hari si anak membuat pilihan lain, itu adalah hak dan tanggung jawabnya.
Tetapi adalah kewajiban dan tanggung jawab orangtua untuk mewariskan iman yang
menurut mereka adalah yang terbaik baginya dan terbaik pula untuk anaknya,
dengan jalan membaptisnya sejak dini. Semoga meneguhkan pendapat Yohana dan
pembaca lainnya. Berkah Dalem! #
No comments